Thursday, April 25, 2013

HUKUM PERJANJIAN

Nama       : Inesya Maulidya Putri
NPM         : 23211631
Kelas        : 2EB04


PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG

Hukum adalah sebuah aturan yang dibuat oleh manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar dapat terkontrol. Hukum adalah aspek terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarakat berhak untu mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat diartikan bahwa hukum adalah peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.

B.   TUJUAN

Tujuan hukum mempunyai sifat universal seperti ketertiban, ketentraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya hukum maka tiap perkara dapat diselesaikan melalui proses pengadilan dengan perantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, selain itu hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri.

C.   KERANGKA PEMIKIRAN















PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hukum Perjanjian

Dalam hukum asing dijumpai istilah overeenkomst (bahasa belanda), contact / agreement (bahasa inggris) yang merupaka istilah yang dalam hukum kita kenal dengan “kontrak” atau “perjanjian”. Umumnya dikatakan bahwa istilah – istilah tersebut memiliki pengertian yang sama, sehingga tidak mengherankan apabila istilah tersebut digunakan secara bergantian untuk menyebutkan suatu kontruksi hukum.
Pada pasal 1313 KUHP merumuskan pengertian perjanjian adalah “suatu perbuatan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Namun para ahli hukum mempunyai pendapat yang berbeda – beda mengenai pengertian perjanjian.
a.       Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.
b.      Menurut J. Satrio perjanjian dapat memiliki dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit, dlam arti luas suatu perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian perkawinan, dll. Dalam arti sempit perjanjian disini berarti hanya ditujukan kepada hubungan – hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh buku III kitab undang – undang perdata.

B.     Jenis – Jenis Hukum Perjanjian
Tentang jenis – jenis hukum perjanjian KUHP tidak secara khusus mengaturnya. Penggolongan yang umum dikenal ialah penggolongan kedalam kontrak timbal balik atau kontrak asas beban, dan kontrak sepihak atau kontrak tanpa beban atau kontrak Cuma – Cuma.
Kontrak timbal balik merupakan perjanjian yang didalamnya masing – masing pihak menyandang status sebagai berhak dan berkewajiban atau sebagai kreditur dan debitur secara timbal balik, kreditur pada pihak yang satu maka bagi pihak lainnya adalah sebagai debitur, begitu juga sebaliknya.
Kontrak sepihak merupakan perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak pada yang lain untuk menerima prestasi. Contohnya perjanjian pemberi kuasa dengan cuma – cuma, perjanjian pinjam pakai cuma – cuma, perjanjian pinjam pengganti cuma – cuma, dan penitipan barang dengan cuma – cuma.
Arti penting pembedaan tersebut ialah:
Berkaitan dengan aturan resiko, pada perjanjian sepihak resiko ada pada para kreditur, sedangkan pada perjanjian timbale balik resiko ada pada debitur, kecuali pada perjanjian jual beli.
Berkaitan dengan perjanjian timbale balik selalu dipersengketakan. Jika suatu perjanjian timbale balik saat pernyataan pailit baik oleh debitur maupun lawan janji tidak dipenuhi seluruh atau sebagian dari padanya maka lawan janjinya berhak mensomir BHP. Untuk jangka waktu 8 hari menyatakan apakah mereka mau mempertahankan perjanjian tersebut.
Kontrak menurut namanya dibedakan menjadi dua, yaitu kontrak bernama atau kontrak nominat, dan kontrak tidak bernama atau innominat. Dalam buku III KUHP tercantum bahwa kontrak bernama adalah kontrak jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberi kuasa, penanggung utang, perdamaian, dll. Sementara yang dimaksud dengan kontrak tidak bernama adalah kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum tercantum dalam kitab hukum – hukum perdata. Yang termasuk dalam kontrak ini misalnya leasing, sewa-beli, keagenan, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, production sharing.
Kontrak menurut bentuknya dibedakan menjadi kontrak lisan dan kontrak tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak yang dibuat secara lisan tanpa dituangkan kedalam tulisan. Kontrak – kontrak yang terdapat dalam buku III KUHP dapat dikatakan umumnya merupakan kontrak lisan, kecuali yang disebut dalam pasal 1682 KUHP yaitu kontrak hibah yang harus dilakukan dengan akta notaries.
Kontrak tertulis adalah kontrak yang dituangkan dalam tulisan. Tulisan itu bisa dibuat oleh pejabat, misalnya notaries. Didalam kontrak tertulis kesepakatan lisan sebagaimana yang digambarkan oleh pasal 1320 KUHP, kemudian dituangkan dalam tulisan.
C.     Pelaksanaan Hukum Perjanjian
Pengaturan mengenai pelaksanaan kontrak dalam KUHP menjadi bagian dari pengaturan tentang akibat suatu perjanjian, yaitu diatur dalam pasal 1338 sampai dengan pasal 1341 KUHP. Pada umumnya dikatakan bahwa yang mempunyai tugas untuk melaksanakan kontrak adalah mereka yang menjadi subjek dalam kontrak itu. Salah satu pasal yang berhubungan langsung dengan pelaksanaannya ialah pasal 1338 ayat 3 yang berbunyi ”suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan etiket baik.” Dari pasal tersebut terkesan bahwa untuk melaksanakan kontrak harus mengindahkan etiket baik saja, dan asas etiket baik terkesan hanya terletak pada fase atau berkaitan dengan pelaksanaan kontrak, tidak ada fase-fase lainnya dalam proses pembentukan kontrak.

D.    Asas Yang Mengikat Dalam Pelaksanaan Hukum Perjanjian

Ada beberapa azas yang dapat ditemukan dalam Hukum Perjanjian, namun ada dua diantaranya yang merupakan azas terpenting dan karenanya perlu untuk diketahui, yaitu:

1.      Azas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan perikatan yang timbul telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak dalam perjanjian tidak menentukan lain. Azas ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian.
2.      Azas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa para pihak dalam suatu perjanjian bebas untuk menentukan materi/isi dari perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Azas ini tercermin jelas  dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Hal-hal yang mengikat dalam kaitan dengan pelaksanaan hukum perjanjian ialah :
1.            Segala sesuatu yang menurut sifat kontrak diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang.
2.            Hal-hal yang menurut kebiasaan sesuatu yang diperjanjikan itu dapat menyingkirkan suatu pasal undang-undang yang merupakan hukum pelengkap.
3.            Bila suatu hal tidak diatur oleh/dalam undang-undang dan belum juga dalam kebiasaan karena kemungkinan belum ada, tidak begitu banyak dihadapi dalam praktek, maka harus diciptakan penyelesaiannya menurut/dengan berpedoman pada kepatutan.
Pelaksanaan kontrak harus sesuai dengan asas kepatutan, pemberlakuan asas tersebut dalam suatu kontrak mengandung dua fungsi, yaitu :
1.            Fungsi melarang, artinya bahwa suatu kontrak yang bertentangan dengan asas kepatutan itu dilarang atau tidak dapat dibenarkan, contoh : dilarang membuat kontrak pinjam-meminjam uang dengan bunga yang amat tinggi, bunga yang amat tinggi tersebut bertentangan dengan asas kepatutan.
2.            Fungsi menambah, artinya suatu kontrak dapat ditambah dengan atau dilaksanakan dengan asas kepatutan. Dalam hal ini kedudukan asas kepatutan adalah untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan suatu kontrak yang tanpa isian tersebut, maka tujuan dibuatnya kontrak tidak akan tercapai.
Pembatalan perjanjian yang menimbulkan kerugian
Pembelokan pelaksanaan kontrak sehingga menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak konstruksi tersebut dikenal dengan sebutan wanprestasi atau ingkar janji. Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak.
Ada tiga bentuk ingkar janji, yaitu :
1.            Tidak memenuhi prestasi sama sekali
2.            Terlambat memenuhi prestasi, dan
3.            Memenuhi prestasi secara tidak sah
Akibat munculnya wanprestasi ialah timbulnya hak pada pihak yang dirugikan untuk menuntut penggantian kerugian yang dideritanya terhadap pihak yang wanprestasi. Pihak yang wansprestasi memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang menderita kerugian. Tuntutan pihak yang dirugikan terhadap pihak yang menyebabkan kerugian berupa :
1.            Pemenuhan perikatan
2.            Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
3.            Ganti rugi
4.            Pembatalan persetujuan timbale balik, atau
5.            Pembatalan dengan ganti rugi
E.     Syarat-syarat sah perjanjian
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
1.  Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2.  Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka  yang berada dibawah pengampunan.
3.  Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4.  Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.
Mengenai kedewasaan Undang-undang menentukan sebagai berikut:
1.      Menurut Pasal 330 KUH Perdata: Kecakapan diukur bila para pihak yang membuat perjanjian telah berumur 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi sudah menikah dan sehat pikirannya.
2.      Menurut Pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974 tertanggal 2 Januari 1974 tentang Undang-Undang Perkawinan (“Undang-undang Perkawinan”): Kecakapan bagi pria adalah bila telah mencapai umur 19 tahun, sedangkan bagi wanita apabila telah mencapai umur 16 tahun.
·         Mereka yang berada di bawah pengampuan.
·         Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang (dengan berlakunya Undang-Undang Perkawinan, ketentuan ini sudah tidak berlaku lagi).
·         Semua orang yang dilarang oleh Undang-Undang untuk membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
3.      Mengenai suatu hal tertentu, hal ini maksudnya adalah bahwa perjanjian tersebut harus mengenai suatu obyek tertentu.
4.      Suatu sebab yang halal, yaitu isi dan tujuan suatu perjanjian  haruslah berdasarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan  ketertiban.
Syarat No.1 dan No.2 disebut dengan Syarat Subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan  syarat No.3 dan No.4 disebut Syarat Obyektif, karena mengenai obyek dari suatu perjanjian.

Apabila syarat subyektif tidak dapat terpenuhi, maka salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas.
Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu akan terus mengikat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tersebut.
Sedangkan apabila syarat obyektif yang tidak terpenuhi, maka perjanjian itu akan batal demi hukum. Artinya sejak semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.
F.      Hapusnya Perjanjian
Hapusnya suatu perjanjian yaitu dengan cara-cara sebagai berikut:
1.      Pembayaran
Adalah setiap pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian secara sukarela.  Berdasarkan pasal 1382 KUH Perdata dimungkinkan menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang. Menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang dinamakan subrogatie. Mengenai subrogatie diatur dalam pasal 1400 sampai dengan 1403 KUH Perdata. Subrogatie dapat terjadi karena pasal 1401 KUH Perdata dan karena Undang-undang (Pasal 1402 KUH Perdata).

2.      Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan uang atau barang pada Panitera Pengadilan Negeri
Adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang (kreditur) menolak pembayaran utang dari debitur, setelah kreditur menolak pembayaran, debitur dapat memohon kepada Pengadilan Negeri untuk mengesahkan penawaran pembayaran itu yang diikuti dengan penyerahan uang atau barang sebagai tanda pelunasan atas utang debitur kepada Panitera Pengadilan Negeri.
Setelah penawaran pembayaran itu disahkan oleh Pengadilan Negeri, maka barang atau uang yang akan dibayarkan itu, disimpan atau dititipkan kepada Panitera Pengadilan Negeri, dengan demikian hapuslah utang piutang itu.
3.      Pembaharuan utang atau novasi
Adalah suatu pembuatan perjanjian baru yang menggantikan suatu perjanjian lama.  Menurut Pasal 1413 KUH Perdata ada 3 macam cara melaksanakan suatu pembaharuan utang atau novasi, yaitu yang diganti debitur, krediturnya (subyeknya) atau obyek dari perjanjian itu.
4.      Perjumpaan utang atau Kompensasi
Adalah suatu cara penghapusan/pelunasan utang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan utang piutang secara timbal-balik antara kreditur dan debitur.  Jika debitur mempunyai suatu piutang pada kreditur, sehingga antara debitur dan kreditur itu sama-sama berhak untuk menagih piutang satu dengan lainnya.
Menurut pasal 1429 KUH Perdata, perjumpaan utang ini dapat terjadi dengan tidak membedakan darimana sumber utang-piutang antara kedua belah pihak itu telah terjadi, kecuali:
·         Apabila penghapusan/pelunasan itu dilakukan dengan cara yang berlawanan dengan hukum.
·         Apabila dituntutnya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan.
·         Terdapat sesuatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah dinyatakan tak dapat disita (alimentasi).
5.      Percampuran utang

Adalah apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang (debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang dengan mana utang-piutang itu dihapuskan, misalnya: debitur menikah dengan krediturnya, atau debitur ditunjuk sebagai ahli waris tunggal oleh krediturnya.

6.       Pembebasan utang

Menurut pasal 1439 KUH Perdata, Pembebasan utang adalah suatu perjanjian yang berisi kreditur dengan sukarela membebaskan debitur dari segala kewajibannya.
7.      Musnahnya barang yang terutang

Adalah jika barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, jika barang tadi musnah atau hilang di luar kesalahan si berutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya.

8.      Batal/Pembatalan

Menurut pasal 1446 KUH Perdata adalah, pembatalan atas perjanjian yang telah dibuat antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian, dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim, bila salah satu pihak yang melakukan perjanjian itu tidak memenuhi syarat subyektif yang tercantum pada syarat sahnya perjanjian.
Menurut Prof. Subekti  permintaan pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi   syarat   subyektif  dapat  dilakukan  dengan  dua  cara, yaitu:
·         Secara aktif menuntut pembatalan perjanjian tersebut di depan hakim;
·         Secara pembelaan maksudnya adalah menunggu sampai digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian dan baru mengajukan kekurangan dari perjanjian itu.

9.      Berlakunya suatu syarat batal

Menurut pasal 1265 KUH Perdata, syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak penah terjadi perjanjian.

10.  Lewat waktu

Menurut pasal 1946 KUH Perdata, daluwarsa atau lewat waktu adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perjanjian dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
Dalam pasal 1967 KUH Perdata disebutkan bahwa segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan, maupun yang bersifat perseorangan hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun.  Dengan lewatnya waktu tersebut, maka perjanjian yang telah dibuat tersebut menjadi hapus.
G.    Struktur  Perjanjian

Struktur atau kerangka dari suatu perjanjian, pada umumnya terdiri dari:
1.      Judul/Kepala
2.      Komparisi yaitu berisi keterangan-keterangan mengenai para pihak atau atas permintaan siapa perjanjian itu dibuat.
3.      Keterangan pendahuluan dan uraian singkat mengenai maksud dari para pihak atau yang lazim dinamakan “premisse”.
4.      Isi/Batang Tubuh perjanjian itu sendiri, berupa syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
5.      Penutup dari Perjanjian.

H.    Bentuk Perjanjian

Perjanjian dapat berbentuk:
1.       Lisan
2.       Tulisan, dibagi 2 (dua), yaitu:
·         Di bawah tangan/onderhands
·         Otentik
Daftar Pustaka:


Tuesday, April 2, 2013

Membuka ijin praktek notaris


TUGAS SOFTSKILL

Narasumber:
          Notaris Ny DWIYANTI S.ADITIA, SH
Alamat:
          Jl. Margonda Raya no.19 Depok
SK. Menkumdang RI no: C-555.HT.03.01-Th.2000, 4-7,2000




Tugas Kelompok Di Susun Oleh:

Ø  Inesya Maulidya Putri/23211631 (www.inesyamaulidyap.blogspot.com)
Ø  Firda Fauziah/22211888 (www.firdhafauziah.blogspot.com)
Ø  Yogi Yandri Afif/27211541 (www.sarawapanjang.blogspot.com)
Ø  Neyla Ulfah/25211140 (www.neylaulfah.blogspot.com)
Ø  Desi Oktafiani/21211883 (www.dezhyo.blogspot.com)



Landasan Teori

Istilah  notaris diambil dari nama pengabdinya, notarius, yang kemudian menjadi istilah/titel bagi golongan orang penulis cepat atau stenografer. Notaris adalah salah satu cabang dari profesi hukum yang tertua di dunia.
Jabatan notaris ini tidak ditempatkan di lembaga yudikatif, eksekutif ataupun yudikatif. Notaris diharapkan memiliki posisi netral, sehingga apabila ditempatkan di salah satu dari ketiga badan negara tersebut maka notaris tidak lagi dapat dianggap netral. Dengan posisi netral tersebut, notaris diharapkan untuk memberikan penyuluhan hukum untuk dan atas tindakan hukum yang dilakukan notaris atas permintaan kliennya. Dalan hal melakukan tindakan hukum untuk kliennya, notaris juga tidak boleh memihak kliennya, karena tugas notaris ialah untuk mencegah terjadinya masalah.
Kewajiban notaris
1.     Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
2.     Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris, dan notaris menjamin kebenarannya; Notaris tidak wajib menyimpan minuta akta apabila akta dibuat dalam bentuk akta originali.
3.     Mengeluarkan grosse akta, salinan akta dan kutipan akta berdasarkan minuta akta;
4.     Wajib memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya.
5.     Yang dimaksud dengan alasan menolaknya adalah alasan:
·         Yang membuat notaris berpihak,
·         Yang membuat notaris mendapat keuntungan dari isi akta;
·         Notaris memiliki hubungan darah dengan para pihak;
·         Akta yang dimintakan para pihak melanggar asusila atau moral.
1.     Merahasiakan segala suatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah \ jabatan.
2.     Kewajiban merahasiakan yaitu merahasiakan segala suatu yang berhubungan dengan akta dan surat-surat lainnya adalah untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terkait.
3.     Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 bulan menjadi 1 buku/bundel yang memuat tidak lebih dari 50 akta, dan jika jumlahnya lebih maka dapat dijilid dalam buku lainnya, mencatat jumlah minuta akta, bulan dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;Hal ini dimaksudkan bahwa dokumen-dokumen resmi bersifat otentik tersebut memerlukan pengamanan baik terhadap aktanya sendiri maupun terhadap isinya untuk mencegah penyalahgunaan secara tidak bertanggung jawab.
4.     Membuat daftar dan akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
5.     Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut uraian waktu pembuatan akta setiap bulan dan mengirimkan daftar akta yang dimaksud atau daftar akta nihil ke Daftar Pusat Wasiat Departemen Hukum Dan HAM paling lambat tanggal 5 tiap bulannya dan melaporkan ke majelis pengawas daerah selambat-lambatnya tanggal 15 tiap bulannya;
6.     Mencatat dalam repotrorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada seiap akhir bulan;
7.     Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara republik indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
8.     Membacakan akta di hadapan pengahadap dengan dihadiri minimal 2 orang saksi dan ditanda tangani pada saat itu juga oleh para penghadap, notaris dan para saksi;
9.     Menerima magang calon notaris;

Isi
 Syarat diangkat menjadi notaris
Ø  Warga negara Indonesia
Karena notaris adalah pejabat umum yang menjalankan sebagian dari fungsi publik dari negara, khususnya di bagian hukum perdata. Kewenangan ini tidak dapat diberikan kepada warga negara asing, karena menyangkut dengan menyimpan rahasia negara, notaris harus bersumpah setia atas Negara Republik Indonesia, sesuatu yang tidak mungkin bisa ditaati sepenuhnya oleh warga negara asing.
Ø  Berumur minimal 27 tahun
Umur 27 tahun dianggap sudah stabil secara mental dan emosional.
Ø  Pengalaman
Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan notaris dalam waktu 1 tahun berturut-turut pada kantor notaris, atas prakarsa sendiri atau rekomendasi organisasi notaris setelah lulus magister kenotariatan; Supaya telah mengetahui praktek notaris, mengetahui struktur hukum yang dipakai dalam pembuatan aktanya, baik otentik ataupun di bawah tangan, dan mengetahui administrasi notaris.
Ø  Ijazah
Berijazah sarjana hukum dan lulusan strata dua kenotariatan; telah mengerti dasar-dasar hukum Indonesia.
Ø  Non-PNS
Tidak berstatus pegawai negeri, pejabat negara, advokat, pemimpin maupun karyawan BUMN, BUMD, dan perusahaan swasta atau jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan notaris. Notaris tidak boleh merangkap jabatan karena notaris dilarang memihak dalam kaitannya sebagai pihak netral supaya tidak terjadi beturan kepentingan.

Prosedur pengangkatan notaris
Untuk dapat melaksanakan tugas jabatan notaris, maka sebelumnya harus dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1.     Mengajukan permintaan ke Departemen Hukum dan HAM untuk pengangkatan sebagai notaris, dengan melampirkan:
·         Nama notaris yang akan dipakai;
·         Ijazah-ijazah yang diperlukan;
·         Surat pernyataan tidak memiliki jabatan rangkap;
Apabila semua dokumen tersebut sudah lengkap dan telah diterima oleh departemen Hukum dan HAM, maka si calon notaris menunggu turunnya surat keputusan menteri Hukum dan HAM. Baru setelah surat keputusannya turun, si calon notaris akan ditempatkan di wilayah tertentu.
1.     Notaris harus bersedia disumpah sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 dalam waktu maksimal 2 bulan sejak tanggal surat keputusan pengangkatan sebagai notaris. Notaris mengucapkan sumpah sesuai dengan agamanya masing-masing dihadapan menteri atau pejabat yang ditunjuk
2.     Sumpah jabatan yaitu: Melaksanakan jabatan dengan amanah, jujur, seksama, mandiri dan tidak berpihak. Kelima sifat ini adalah dasar karakter seorang pejabat notaris” :
·         Amanah: dapat dipercaya melaksanakan tugasnya yaitu melaksanakan perintah dari para pihak/orang yang mengkhendaki notaris untuk menuangkan maksud dan keinginannya dalam suatu akta dan para pihak membubuhkan tanda tangannya pada akhir akta.
·         Jujur: tidak berbohong atau menutup-nutupi segala sesuatunya.
·         Seksama: yaitu berhati-hati dan teliti dalam menyusun redaksi akta agar tidak merugikan para pihak.
·         Mandiri: notaris memutuskan sendiri akta yang dibuat itu bersruktur hukum yang tepat serta dapat memberikan penyuluhan hukum kepada klien.
·         Tak berpihak: netral, tidak memihak pada satu pihak.
·         Menjaga sikap, tingkah laku dan menjalankan kewajiban sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat dan tanggung jawab sebagai notaris” :
·         Menjaga sikap dan tingkah laku: maksudnya harus mempunyai sifat profesional baik dalam atau di luar kantor.
·         Menjalankan kewajiban sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat dan tanggung jawab sebagai notaris: menjaga kehormatan martabat profesi notaris, termasuk tidak menjelekkan sesama kolega notaris atau perang tarif.
·         Akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan” :
·         Merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh, maksudnya notaris harus mendengarakan keterangan dan keinginan klien sebelum menuangkannya dalam bentuk akta. Notaris berkewajiban untuk merahasiakan seluruh isi akta dan seluruh keterangan yang didengarnya. Hal ini berkaitan dengan “hak ingkar” yaitu hak yang dimiliki oleh notaris, notaris berhak untuk tidak menjawab pertanyaan hakim bila terjadi masalah atas akta notariil yang dibuatnya. Keterangan/kesaksian yang diberikan oelh notaris adalah sesuai dengan yang dituangkannya dalam akta tersebut. Hak ini gugur apabila berhadapan dengan undang-undang tindak pidana korupsi
·         Tidak memberikan janji atau mejanjikan sesuatu kepada siapapun beik secara langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun”:
·         yaitu berkaitan dengan hal pemberian uang untuk pengangkatan di wilayah tertentu.
Pada saat disumpah, notaris sudah menyiapkan segala suatu untuk melaksanakan jabatannya seperti kantor, pegawai, saksi, protokol notaris, plang nama, dll. Setelah disumpah, notaris hendaknya menyampaikan alamat kantor, nama kantor notarisnya, cap, paraf, tanda tangan dll kepada meteri Hukum dan HAM., organisasi notaris dan majelis pengawas.

Formasi notaris ditentukan berdasarkan:
·         Kegiatan dunia usaha;
·         Jumlah penduduk;
·         Rata-rata jumlah akta yang dibuat oleh dan/atau di hadapan notaris setiap bulannya.
Sebagai pejabat umum, notaris memiliki jam kerja yang tidak terbatas. Untuk itu notaris memiliki hak cuti.
Pemberhentian Notaris Pemberhentian notaris bisa dikarenakan 3 hal, yaitu: Notaris berhenti dari jabatannya dengan hormat, karena:
1.     Meninggal dunia;
2.     Berumur 65 tahun, yang berarti memasuki masa pensiun, kecuali diperpanjang sampai umur 67 tahun apabila sehat;
3.     Permintaan sendiri;
4.     Tidak mampu secara rohani atau jasmani, dibuktikan dengan kinerja yang bruk selama 3 tahun berturut-turut;
5.     Merangkap jabatan.
Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena:
1.     Dalam proses pailit atau penundaan pembayaran utang; Notaris yang bersangkutan dapat dipulihkan haknya setelah keadaan tersebut telah selesai.
2.     Berada di bawah pengampuan; Notaris yang bersangkutan dapat dipulihkan haknya setelah keadaan tersebut telah selesai.
3.     Melakukan perbuatan tercela; Notaris yang bersangkutan dapat dipulihkan haknya setelah masa pemberhentian sementara berakhir (masa pemberhentian sementara maksimal 6 bulan).
4.     Melanggar kewajiban dan larangan jabatan
Notaris yang bersangkutan dapat dipulihkan haknya setelah masa pemberhentian sementara berakhir.
Dalam hal merangkap jabatan, notaris wajib mengambil cuti dan memilih notaris pengganti. Jika tidak memilih notaris pengganti, maka MPD akan menunjuk notaris lain sebaga pemegang protokol notaris. Setelah tidak lagi merangkap jabatan dapat kembali menjadi pejabat notaris.
Notaris diberhentikan dengan tidak hormat karena:
·         Dinyatakan pailit atas putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap;
·         Berada di bawah pengampuan selama lebih dari 3 tahun;
·         Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan notaris;
·         Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan.
Pengawasan notaris menurut UUJN (pasal 67-81) Notaris merupakan jabatan yang mandiri dan tidak memiliki atasan secara struktural, jadi notaris bertanggung jawab langsung kepada masyarakat. Pengawas notaris adalah menteri Hukum dan HAM, yang dalam rangka mengawasi notaris membentuk majleis pengawas dengan unsur:
·         Pemerintah; Sebagai penguasa yag mengangkat pejabat notaris.
·         Notaris; Notaris dilibatkan karena notaris yang mengetahui seluk-beluk pekerjaan notaris.
·         Akademisi. Kehadirannya dikaitkan dengan perkembangan ilmu hukum, karena lingkup kerja notaris bersifat dinamis dan selalu berkembang.
Yang diawasi oleh majelis pengawas:
·         Tingkah laku notaris;
·         Pelaksanaan jabatan notaris;
·         Pemenuhan kode etik notaris, baik kode etik dalam organisasi notaris ataupun yang ada dalam UUJN;